Ketika berdakwah langsung terjun ke masyarakat ternyata lebih menantang. Selama ini aku berkecimpung di dunia dakwah secara berjama'ah. Nah kali ini aku hanya ditemani suami. Aktivis dakwah sudah melekat dalam diri ketika masih zaman kuliah. Rutinitasku selalu dibumbui dengan kegiatan dakwah. Ya karena sesungguhnya setiap diri kita adalah da'i, orang yang berdakwah mengajak dan mengingatkan orang lain akan Allah. Da'i bukanlah sebuah piliha,melainkan sebuah keharusan. Tugas kita di muka bumi ini untuk menyampaikan apa yang kita ketahui.
"Sampaikanlah walau satu ayat"
Tentu kita tidak asing dengan kata di atas. Ya itu merupakan seruan bagi kita semua (orang yang beriman) untuk menyampaikan kebenaran. Walaupun kita hanya menyampaikan huruf Alif itu sudah menandakan kita ini da'i. Menyampaikan kebenaran bukan hanya tugas ustad, ulama atau guru, tapi tugas kita semua.
Masih berbicara masalah dakwah. Tantangan dakwah ketika aku masih jadi mahasisa, lalu kerja di lingkungan yang notabene para penggerak dakwah dengan kondisi saat ini berjuang di jalan dakwah sangatlah berbeda. Aku dan suami hanyalah manusia biasa yang terkadang mengalami fluktuasi keimanan. Suami yang baru berhijrah dan aku juga proses hijrah kami butuh tempat untuk mencharge iman kami.
Setiap Ahad kami sempatkan datang kajian di Masjid Agung Binjai. Di sanalah kami menemukan girah dakwah kembali. Selama aku dan suami di tempatkan di tempat baru, kami belum kembali melingkar dalam lingkaran cinta (masih dalam proses transferan).
Keberanian sangat dibutuhkan lebih ketika kita terjun ke masyarakat. Berbagai perangai kita jumpai di sini. Mulai dari orang yang tau tapi tidak mau dikasih tau, tau tapi masa bodoh lebih parah tidak tau dan tidak mau dikasih tau. Slentingan , kritikan terkadang terdengar di kuping ini. Lalu untuk penguat kami selalu membandingkan perjuangan dakwah kami ini dengan perjuangan Rasulullah . Jelas dakwah kami belum ada apa-apanya dibandingka dengan perjuangan nabi dan para sahabat.
Suami punya agenda mingguan. Tiap malam Ahad membuat kajian rutin di masjid dekat kami tinggal. Masya Allah yang datang hanya bisa dihitung dengan jari, padahal masyarakat muslimnya lumayan banyak. Berbagai cara kami tempuh untuk menarik masyarakat untuk hadir kajian.
Kami membuat seleberan info dan disebar ke warung serta rumah orang muslim di sini. Kami infokan juga ke perwiritan ibu-ibu karena perwiritan bapak-bapak belum ada. Namun hasilnya masih sama. No problem! Allah tidak pernah melihat hasil tapi melihat prosesnya. Sekali lagi bisa kita tekankan, tugas kita hanyalah mengingatkan dan mengajak, masalah mereka berubah atau tidak itu hak Allah secara mutlak.
Selain kajian tiap malam Ahad, kami juga terjun ke pemuda. Suami hidupkan perwiritan remaja. Masya Allah anggota yang hadir ke perwiritan lagi -lagi bisa dihitung jari. No problem! Konsep perwiritan kali ini berbeda dengan perwiritan lainnya. Jika selama ini wirit baca yasin maka konsep di sini membaca AlKahfi. Kenapa? Karena dilakukan di malam Jum'at dan kami ingin mendapatkan fadilah dari surah Al Kahfi. Faktor lainnya juga remaja masih banyak yang belum lancar membaca Al Quran ( tetaapi mereka semangat belajar Al Quran). Setelah yang ikhwan (laki-laki) membaca surah Al Kahfi, selanjutnya ada belajar membaca Al Quran dan dilanjutkan tausiyah.
Konsep ini sempat dapat kritikan dari masyarakat. Mungkin mereka anggap aneh. Setelah dijelaskan lambat laun mereka faham atau kami yang tak mendengar slentingan itu lagi. Biarlah mereka di luar sana berkomentar apa tengang kami, selagi yang kami buat sesuai Al Quran dan Hadist kami akan terima.
Aku dan Al Fatih (anakku)...
.
.
#Kisahku
#Part2
Senandung Ilmu
" Ilmu Tak Akan Lari Dikejar, Namun Akan Menjauh Jika Tak Segera Diraihnya "
Minggu, 15 Maret 2020
Aku dan Kisah Dakwahku 1
Aku pernah mendengar dari seroang motivator bahwa kita semua berpeluang untuk menjadi sukses. Orang miskin sukses banyak, orang bodoh sukses banyak, orang kaya dan pintar sukses banyak. Namun tidak ada dan tidak akan pernah ada orang MALAS itu sukses.
Berbicara masalah kesuksesan, setiap kita pasti menginginkan sukses baik di akhirat dan di dunia. Tapi untuk menuju itu semua, kita harus menapaki tangga perjuangan. Di mana setiap anak tangga memiliki estetika cerita sendiri.
Untuk menjadi sukses kita harus keluar dari zona ternyaman kita. Kita harus buang kebiasaan buruk kita yang mungkin selama ini masih berleyeh-leyeh dengan gawai kita di tempat tidur. Kita habiskan waktu kita untuk stalking dunia maya yang tiada habisnya. Nah kita harus tinggalkan hal ini, jadilah manusia penggerak bukan manusia rebahan.
Aku adalah seorang ibu rumah tangga, yang sebelumnya adalah seorang guru di sekolah swasta ternama di Stabat. Berat rasanya ketika harus memutuskan untuk resign dari karir yang sudah diraih selama ini untuk menjadi ibu rumah tangga. Dengan berbagai pertimbangan dan pastinya ridho suami aku dengan pasti memutuskan resign itu artinya keluar dari zona nyaman.
Keputusanku ini tentu menimbulkan pro dan kontra. Cibiran pun tak terelakkan bahkan dari keluarga. " Sayang dong sarjananya, kalau cuma jadi ibu rumah tangga doang." Hanya senyuman kuberikan terhadap cibiran itu. Bagiku karir masih bisa diraih, bahkan aku masih berkarir walaupun di rumah. Anak dan suamiku membutuhkanku saat ini.
Aku tipe orang yang tidak bisa hanya diam di rumah seperti patung, maklum karena aku adalah orang ekstrovert yang suka dengan pergerakkan. Peranku sebagai ibu dan istri di rumah dengan seksama aku menikmatinya. Ditambah lagi beruntungya aku memiliki suami yang selalu mendukung dan membantuku. Walaupun ragaku di rumah, namu ide-ide berkeliaran tak terbendung.
Dengan dukungan dan izin suami, aku ikut membantu mengajar ngaji. Tidak hanya di situ kami juga membuat lembaga pendidikan berbasis Islam di daerah suamiku ditugaskan. Suamiku adalah seorang da'i yang diutus oleh salah satu lembaga zakat di kota Medan. Beliau ditugaskan di daerah minoritas muslim, yaitu di tanah kelahirannya Desa Durian Lingga.
Mengajar di tempatku mengajar sebelumnya dengan sekarang sangatlah jauh berbeda. Jikalah dulu aku mendidik anak-anak dengan background keluarga golongan atas secara ekonomi dan menganut gaya kekotaan, kini aku harus mengajar siswa yang kategori ekonomi cukup dan masih kental akan ciri kedaerahannya.
Di sini masih kental dengan adat istiadatnya, bahkan bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Ibu (Bahasa Karo). Sudah pasti ini membuatku sedikit terhambat dalam berkomunikasi karena aku tidak bisa Bahasa Karo. Bukan hanya bahasa, intonasi berbicara juga membuatku terkejut. Sebab jika selama ini aku terbiasa mendengar pembicaraan dengan nada rendah, ini harus mendengar dengan nada tinggi (bukan marah). Hal ini juga masih sering aku alami ketika awal menikah, suami yang masih terikut logat dan intonasi Karonya, membuatku terkejut bahkan merajok (hehe).
Terlepas dari itu semua aku mencoba mendamaikan hati dan fikiran bahwa mereka pada dasarnya sama dengan murid-murid lainnya. Di sinilah letak tantanganku sebagai guru. Bukan untuk merubah namun menluruskan yang selama ini bengkok. Aku mulai menikmati bermain dengan mereka. Keakrabanpun tak butuh waktu yang lama. Aku menganggap mereka sebagai teman mainku.
Selain mengajar ngaji aku juga membuka kedai (menjual jajan-jajan ringan) untuk mereka (anak ngaji). Awal niat sama suami yaitu agar mereka tidak keluat lingkungan masjid. Selain itu, semoga jualan kecil kami ini menjadi awal untuk mewujudkan impian kami membuk grosir (aamiin semoga segera terwujudkan).
Di rumah tugasku bukanlah hanya mengurus rumah , anak dan suami. Aku dan suami juga bekerja sama sebagai fatner untuk merancang segala ide kami, mulai dari buat TK dan lain sebagainya. Jatuh bangun, pesimis, futur dan menyerah sempat menyinggapi kami. Namun kami saling menguatkan. Suamiku selalu mengingatkan bahwa tujuan kita untuk berdakwah dan menolong agama Allah, dengan begitu semangat ini kembali berkobar walaupun sempat redup dan padam.
Kami isi hari-hari kami selalu bersama, kecuali Sabtu dan Ahad ketika suami kuliah. Intensitas waktu kami berjumpa semakin mempererat tali kasih kami. Bahkan sejak menikah kami tidak pernah LDR-an dalam waktu yang lama. Kami selalu bersama, wajar saja kalau aku sedikit berat hati jika suami lama dalam bepergian. Kami pernah LDR-an (aku rasa sangat lama) ketika habis lahiran. Aku di rumah mamak dan suami di tempat ia memgabdi. Hanya lebih kurang tiga minggu saja kami LDR-an itu sudah membuatku merasa hampa (harap maklum ya).
Aku dan suami sepakat dalam pengasuhan anak saling bekerja sama. Alhamdulillahnya suamiku sangat menjalankan perannya sebagai seorang Abi. Kami ingin memutus rantai pengasuhan yang salah selama ini. Kami sangat mengharapkan anak yang Allah titipkan kepada kami akan menjadi hamba yang menolong agama Allah. Maka sejak masih dalam kandungan kami sudah mengedukasinya dengan kebaikan.
Ketika....
.
.
.
#Kisahku
#Part1
Berbicara masalah kesuksesan, setiap kita pasti menginginkan sukses baik di akhirat dan di dunia. Tapi untuk menuju itu semua, kita harus menapaki tangga perjuangan. Di mana setiap anak tangga memiliki estetika cerita sendiri.
Untuk menjadi sukses kita harus keluar dari zona ternyaman kita. Kita harus buang kebiasaan buruk kita yang mungkin selama ini masih berleyeh-leyeh dengan gawai kita di tempat tidur. Kita habiskan waktu kita untuk stalking dunia maya yang tiada habisnya. Nah kita harus tinggalkan hal ini, jadilah manusia penggerak bukan manusia rebahan.
Aku adalah seorang ibu rumah tangga, yang sebelumnya adalah seorang guru di sekolah swasta ternama di Stabat. Berat rasanya ketika harus memutuskan untuk resign dari karir yang sudah diraih selama ini untuk menjadi ibu rumah tangga. Dengan berbagai pertimbangan dan pastinya ridho suami aku dengan pasti memutuskan resign itu artinya keluar dari zona nyaman.
Keputusanku ini tentu menimbulkan pro dan kontra. Cibiran pun tak terelakkan bahkan dari keluarga. " Sayang dong sarjananya, kalau cuma jadi ibu rumah tangga doang." Hanya senyuman kuberikan terhadap cibiran itu. Bagiku karir masih bisa diraih, bahkan aku masih berkarir walaupun di rumah. Anak dan suamiku membutuhkanku saat ini.
Aku tipe orang yang tidak bisa hanya diam di rumah seperti patung, maklum karena aku adalah orang ekstrovert yang suka dengan pergerakkan. Peranku sebagai ibu dan istri di rumah dengan seksama aku menikmatinya. Ditambah lagi beruntungya aku memiliki suami yang selalu mendukung dan membantuku. Walaupun ragaku di rumah, namu ide-ide berkeliaran tak terbendung.
Dengan dukungan dan izin suami, aku ikut membantu mengajar ngaji. Tidak hanya di situ kami juga membuat lembaga pendidikan berbasis Islam di daerah suamiku ditugaskan. Suamiku adalah seorang da'i yang diutus oleh salah satu lembaga zakat di kota Medan. Beliau ditugaskan di daerah minoritas muslim, yaitu di tanah kelahirannya Desa Durian Lingga.
Mengajar di tempatku mengajar sebelumnya dengan sekarang sangatlah jauh berbeda. Jikalah dulu aku mendidik anak-anak dengan background keluarga golongan atas secara ekonomi dan menganut gaya kekotaan, kini aku harus mengajar siswa yang kategori ekonomi cukup dan masih kental akan ciri kedaerahannya.
Di sini masih kental dengan adat istiadatnya, bahkan bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Ibu (Bahasa Karo). Sudah pasti ini membuatku sedikit terhambat dalam berkomunikasi karena aku tidak bisa Bahasa Karo. Bukan hanya bahasa, intonasi berbicara juga membuatku terkejut. Sebab jika selama ini aku terbiasa mendengar pembicaraan dengan nada rendah, ini harus mendengar dengan nada tinggi (bukan marah). Hal ini juga masih sering aku alami ketika awal menikah, suami yang masih terikut logat dan intonasi Karonya, membuatku terkejut bahkan merajok (hehe).
Terlepas dari itu semua aku mencoba mendamaikan hati dan fikiran bahwa mereka pada dasarnya sama dengan murid-murid lainnya. Di sinilah letak tantanganku sebagai guru. Bukan untuk merubah namun menluruskan yang selama ini bengkok. Aku mulai menikmati bermain dengan mereka. Keakrabanpun tak butuh waktu yang lama. Aku menganggap mereka sebagai teman mainku.
Selain mengajar ngaji aku juga membuka kedai (menjual jajan-jajan ringan) untuk mereka (anak ngaji). Awal niat sama suami yaitu agar mereka tidak keluat lingkungan masjid. Selain itu, semoga jualan kecil kami ini menjadi awal untuk mewujudkan impian kami membuk grosir (aamiin semoga segera terwujudkan).
Di rumah tugasku bukanlah hanya mengurus rumah , anak dan suami. Aku dan suami juga bekerja sama sebagai fatner untuk merancang segala ide kami, mulai dari buat TK dan lain sebagainya. Jatuh bangun, pesimis, futur dan menyerah sempat menyinggapi kami. Namun kami saling menguatkan. Suamiku selalu mengingatkan bahwa tujuan kita untuk berdakwah dan menolong agama Allah, dengan begitu semangat ini kembali berkobar walaupun sempat redup dan padam.
Kami isi hari-hari kami selalu bersama, kecuali Sabtu dan Ahad ketika suami kuliah. Intensitas waktu kami berjumpa semakin mempererat tali kasih kami. Bahkan sejak menikah kami tidak pernah LDR-an dalam waktu yang lama. Kami selalu bersama, wajar saja kalau aku sedikit berat hati jika suami lama dalam bepergian. Kami pernah LDR-an (aku rasa sangat lama) ketika habis lahiran. Aku di rumah mamak dan suami di tempat ia memgabdi. Hanya lebih kurang tiga minggu saja kami LDR-an itu sudah membuatku merasa hampa (harap maklum ya).
Aku dan suami sepakat dalam pengasuhan anak saling bekerja sama. Alhamdulillahnya suamiku sangat menjalankan perannya sebagai seorang Abi. Kami ingin memutus rantai pengasuhan yang salah selama ini. Kami sangat mengharapkan anak yang Allah titipkan kepada kami akan menjadi hamba yang menolong agama Allah. Maka sejak masih dalam kandungan kami sudah mengedukasinya dengan kebaikan.
Ketika....
.
.
.
#Kisahku
#Part1
Senin, 09 Desember 2019
Aku Ingin Menjadi Istri Soleha
Aku Ingin Menjadi Istri Soleha
Oleh : Eva Juliyanti
Setiap wanita muslimah pasti memiliki cita-cita menjadi istri soleha
bagi suaminya. Sebaliknya suamipun menginginkan istri yang soleha untuk
mendampinginya dalam membangun rumah tangga. Memiliki isitri soleha bagi suami
bagaikan memperoleh kenikmatan di dunia, sebagaimana dengan hadist Rasulullah
yang diriwiyatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah SAW bersabda,”
Dunia ini adalah perhiasan, sebaik-baik perhiasan adalah wanita (istri)
soleha.”(HR. Muslim dan Ahmad). Untuk
menjadi istri yang soleh tidaklah sulit, namun butuh keistiqomahan dan komitmen
dalam diri.
Menjadi istri soleha memiliki banyak
keutaman. Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah menyebutkan dalam sebuah hadist shahih
Musnad Imam Ahmad, bahwa ketika seorang suami beristrikan Hur’ain (bidadari) di
surga kemudian pada saat itu akan datang seorang wanita lain yang kecantikannya
dan keelokannya mampu membuat seorang raja melupakan wanita lainnya. Siapa
wanita itu? Ternyata wanita itu adalah istrinya selama di dunia. Itulah
keistimewaan para istri dunia di surge kelak. Dia akan menjadi ratu para
Hur’ain (bidadari). Lalu Ibnu Qayyim mengatakan “ Apakah seorang raja pernah
memikirkan pelayannya di hadapan ratunya? Tentu tidak. Jadi Allah akan memberikan pada istri di
dunia kecantikan yang luar biasa jauh melebihi para bidadari di surge kelak.
Kenapa begitu? Ibnu Qayiim menjelaskan,” Karena Hur’ain (bidadari) tidak pernah
menghadapi kesulitan seperti wanita di dunia. Mereka tidak pernah berjuang di
jalan Allah, tidak pernah merasakan sulitnya patuh pada suami dan sebagainya.”
Dalam hadist lain menyebutkan bahwa
wanita (istri) dunia yang shaliha lebih utama dari pada bidadari surga. Ummu Salamah
Radhiyallahu’anha bertanya kepada
Rasulullah SAW “ Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama wanita di dunia
atau bidadari yang bermata jeli? Rasulullah SAW menjawab, “ Wanita-wanita dunia
lebih utama dari pada bidadari-bidadari bermata jeli, seperti kelebihan apa
yang tampak dari pada apa yang tidak tampak.” Kemudian bertanya lagi, “ karena
apa wanita dunia lebih utama dari bidadari?” Rasulullah SAW menjawab, “ Karena
shalat, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah
mereka. Tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya
berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya
terbuat dari emas. Mereka berkata, kami hidup abada dan tidak mati. Kami lemah
lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak
sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut, berbahagialah orang
yang memiliki kami dan kami memilikinya. ( HR. AT Thabrani)
Sungguh mulia kedudukan wanita (istri)
soleha, bahkan lebih baik dari pada bidadari surga. Sudah sepantasnya kita
menjadikan istri soleha sebagai cita-cita tertingi kita. Ketika kita menjadi
istri yang soleha maka kita akan bebas masuk ke surga lewat pintu mana saja.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah “Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu,
juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga
kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka
dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga
melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad)
Untuk menjadi istri soleha, ada
beberapa perkara yang harus istri lakukan, di antaranya; Pertama, Mendahulukan hak suaminya dari pada hak orang lain
termasuk hak atas dirinya.
Kedua, Senantiasa bersedia memberikan
kenikmatan (termasuk kenikmatan batin) kepada suami., terutama jika suami yang
menginginkannya terkecuali dalam keadaan haid atau nifas. Apabila istri menolak
keinginan suami tanpa sebab dan alasan yang diperbolehkan dalam ajaran Islam,
maka saat itu juga istri berdosa, bahkan dilkanat oleh malaikat. Sabda
Rasulullah SAW mengatakan, “Apabila suami mengajak istrinya berhubungan, lalu
istrinya menolak tanpa alasan yang diperbolehkan lalu suaminya marah maka istri itu dilaknat
malaikat.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Ketiga, Tidak menjalankan puasa sunnah
tanpa seizin suaminya. Ketika istri sedang berpuasa, sudah tentu suami dilarang
menggaulinya, padahal hak bergaul adalah hak suami kepada istrinya, hal ini
sesuai dengan hadist Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA,
Rasulullah bersabda,” Tidak halal(tidak boleh) seorang istri berpuasa padahal
suaminya ada di rumah, kecuali atas izinya. “ (HR. Bukhori dan Muslim)
Keempat,tidak diperkenankan bagi istri
memberikan sesuatu dari dalam rumahnya atau mengeluarkan sesuatu dari dalam
rumahnya tanpa izin dan sepengetahuan suaminya. Tentunya hal-hal yang bernilai
dan harus sepengetahuan suami.
Kelima, tidak bepergian meninggalkan rumah
dan mencari nafkah atau kerja tanpa seizin suami sebab mencari nafkah adalah
tugas suami dan istri tugasnya di rumh.
Keenam, memiliki sifat qana’ah yaitu
menerima apa adanya segala kemampuan suami dalam mencari nafkah. Istri tidak boleh menuntut suaminya di luar
batas kemampuan suami. Menajdi istri kita harus bersyukur atas pemerolehan suami
dan seharusnya memberikan semangat untuk bersabar dan giat dalam mencari
nafkah.
Ketujuh, wajib menutup aurat dan tidak
memperlihatkan kecantikannya kepada orang lain yang tidak berhak melihatnya.
Kedelapan, menjaga jarak
dengan lawan jenis terutama teman suami. Hal ini harus dihindari untuk
menghindari fitnah. Terlebih saat ini banyak sekali rumah tangga hancur karena
adanya orang ketiga. Maka dari itu segala hal yang dapat memicu hadirnya orang
ketika agar dihindari.
Kesembilan, rendah hati
dan tidak menyombongkan atas kecantikan atau kelebihan (fisik dan materi) yang
dimiliki. Bahkan sampai menghina
kekurangan suami, misalnya dari segi fisik dan kemampuan lainnya. Suami adalah
orang yang harus dijaga kehormatannya, dilayani sepenuh hati, dijaga kewibawaan
dan kehormatannya, serta dihargai.
Kesepuluh, memiliki rasa
cinta dan kasih sayang terhadap anak-anaknya. Mendidik dan membesarkan
anak-anak dengan penuh kasih sayang bukan dengan kekerasan. Mendidik anak-anak
dengan pendidikan Islam yang baik, akhlak yang baik dan selalu menjadi anak
yang ingat dengan Allah. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Anak hebat, terlahir dari ibu yang hebat.
Ketaatan istri kepada suami akan mengantarkan istri masuk surge. Islam pun memuji istri yang taat
pada suaminya. Bahkan istri yang taat suami itulah yang dianggap wanita
terbaik. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Pernah ditanyakan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling
baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya,
mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan
hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai dan Ahmad )
Meningkatkan Gelora Pariwisata di
Bumi Langkat
Oleh
: Eva Juliyanti, S. Pd
Kabupaten Langkat adalah sebuah
kabupaten yang terletak di Sumatra Utara, Indonesia. Ibu kotanya berada di
Stabat. .Kabupaten
Langkat terdiri dari 23 kecamatan 37 kelurahan dan
240 desa dengan luas wilayah mencapai
6.262,00 km² dan jumlah penduduk sekitar 1.032.330 jiwa (2017) dengan kepadatan
penduduk 165 jiwa/km². Nama Langkat diambil dari
nama Kesultanan Langkat yang dulu pernah ada di tempat yang kini merupakan kota
kecil bernama Tanjung Pura, sekitar 20 km dari Stabat. Mantan wakil presiden
Adam Malik pernah menuntut ilmu di sini.
Kabupaten Langkat Memiliki
Batas Wilayah Sebagai Berikut : Utara Selat Malaka, Selata Kabupaten Karo dan
Kabupaten Deli Serdang, Barat Kabupaten Aceh Tamiang (Provinsi Aceh), Timur
Kabupaten Deli Serdang. Dengan luas wilayah yang dikelingi bukit tentu saja wilayah Kabupaten
Langkat ini menyimpan sejuta pesona keindahan tempat wisatanya.
Kabupaten yang dipimpin oleh T.
Ismail Ashwin sebagai bupati pertama ini menyimpang segudang objek wisata yang
memukau. Ada Air Terjun Tongkat, Air Terjun Siluman, Kolam Abadi, Pangkal Namo
Sira-Sira, Pemandian Kampung Qur’an, Pemandian Alam Pantai Florida, Arum Jeram
Sei Binagai, Air Panas Simolap, Rumah Habitat, Akui Puncak, Air Terjun Tero
Tero, Air Terun Saringgana, Tangkahan, Bukit Lawan, Sungai Landak, Hutan
Mangrove Lubuk Kertang dan masih banyak lagi wisata alam yang ada di bumi
Langkat.
Selain wisata alam di Langkat juga
memiliki tempat-tempat bersejarah. Yaitu Masjid Azizi, Tugu Tengku Amir Hamzah,
Gedung MABMI, Gedung PTPN II Milik Belanda, Kampung Bali, Museum di Tanjung
Pura, Gedung Kerapatan, Kolam Raja, Lapangan Arkeologi, Penyulingan Minyak
Besitang, Rumah Datuk Setia Bakti dan masih banyak lagi tempat-tempat
bersejarah lainnya.
Berdasarkan pemaparan di atas
terlihat jelas bahwa Langkat adalah sebuah daerah yang kaya akan objek wisata
dan tempat bersejarah yang harus dilestarikan. Kekayaan alam atau tempat-tempat
bersejarah jika tidak dirawat maka akan punah seiring berjalannya waktu. Banyak
sudah beberapa tempat yang tidak lagi tereksplor oleh mata karena kurang
terawat dan kurangnya perhatian pemerintah.
Kehebatan Borobudur yang telah diakui
UNESCO sebagai warisan budaya dunia, bukan saja karena merupakan candi Buddha
terbesar di dunia yang dibangun pada abad-9. Tetapi karena peradaban dan
kreatifitas orang Indonesia sejak abad 9 masih berlanjut sampai dengan sekarang
seperti dapat dilihat dari orang-orang kreatif pemahat batu dan pengukir yang
masih berada di sekitar Candi Borobudur.
Beberapa contoh warisan budaya Indonesia
seperti batik dan wayang tetap bertahan dalam bentuk asli dan tradisionalnya,
namun dengan pemanfaatan yang lebih kontemporer dan berkembang terus karena
kreatifitas, dapat menciptakan nilai tambah dan menghidupkan kembali
ketrampilan yang hampir punah. Batik tidak lagi digunakan dalam acara resmi dan
formal, tetapi telah berkembang untuk berbagai kegunaan karena
sentuhan-sentuhan dari desainer maupun percontohan penggunaan batik oleh semua
kalangan. Misalnya pengunaan batik satu sampai dua kali seminggu di kalangan
pemerintahan. Perkembangan tidak terbatas kain dan fahion, tetapi juga untuk
interior, keramik, dan seterusnya.
Langkat dengan segala budaya dan kekayaan alamnya
dapat menjadi daerah yang maju dan berkembang. Langkat memiliki Tanjung Pura
sebagai kota bersejarah dan kota pendidikan pada zamannya. Banyak situs-situs
sejarah kesultanan berasal dari Tanjung Pura. Selain itu, masih banyak lagi
tempat di Langkat yang dapat menjadi nilai jual para wisatawan untuk ke
Langkat.
Selain objek wisata dan tempat bersejarah,
Langkat juga memiliki kuliner serta kerajinan dan panganan local. Langkat
merupakan daerah dengan mayoritas bersuku melayu. Kuliner seperti Haluwa atau
manisan, bubur pedas, roti jala, dodol Tanjung Pura, terasi Pulau Kampai,
Kolang Kaling Selesai dan masih banyak lagi. Keripik Cinta saat ini menjadi
oleh-oleh ketika pergi ke Langkat. Kekayaan
laut yang dimiliki Langkat juga menjadi omset besar. Dengan membudidayakan
nelayan dan hasil laut itu sendiri akan menjadi nilai untuk menaikkan
pendapatan daerah.
Mengingat saat ini tempat wisata merupakan penyokong dana yang
cukup besar terhadap penerimaan asli daerah. Sebab di dalam tempat wisata
tersebut tentunya para wisatawan bukan hanya membayar tiket masuk yang menjadi
pajak dari pajak tempat wisata, tetapi wisatwan juga membayar parkir yang
merupakan bagian dari retribusi daerah.
Dengan adanya berbagai macam jenis sumber anggaran pembiayaan
pembangunan konvensional diharapkan bisa memberikan peningkatan terhadap
Pendapatan Asli Daerah ( PAD ).Pendapatan asli daerah adalah pendapatan daerah
yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolalaan
kekayaan yang dipisahkan, dan lain lain pendapatan asli daerah yang sah, yang
bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai
pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan
desentralisasi ( UU No.33 Tahun 2004 ).
Salah satu contoh untuk meningkatkan pendapatan asli daerah
yaitu dengan pemungutan retribusi daerah, karena retribusi daerah sendiri
memiliki kelebihan, di mana pemerintah
daerah bisa memungut retribusi lebih dari satu kali terhadap siapa saja yang telah
menggunakan jasa yang sudah disediakan oleh pemerintah daerah.
Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberiy
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan ( UUD no.34
tahun 2000 ). Pemungutan retribusi daerah sendiri dilakukan dengan menggunakan
peraturan daerah sebagy produk hukum. Tujuan dari adanya pemungutan retribusi
daerah sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan daerah serta menciptakan
kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Selain memiliki tujuan, retribusi
memiliki suatu fungsi yang peranannya sangat penting bagi suatu daerah. Kaitannya dengan pendapatan asli daerah dan
pemungutan retribusi daerah, sektor pariwisata merupakan sektor yang memiliki
potensi yang perlu dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan
daerah.
Dengan
demikian sangat jelas bahwa dengan meningkatkan potensi alam dan menggaungkan
objek wisata di Langkat secara otomatis akan meningkatkan PAD Langkat. Namun
ada beberapa catatan untuk pemerintah dalam meningkatkan pariwisata yang ada di
Langkat.
Mengenali
Potensi Tempat
Setiap
tempat memiliki potensi atau keunikan untuk menjadi daya tarik wisatawan.
Ketika sudah mengenali tempat seperti kondisi tanah, jarak tempuh dan lain
sebagainya akan mempermudah mengembangkan fasilitas yang ada.
Memperbaiki Sarana dan Prasarana
Wisatawan
akan merasa terkesan mengunjungi suatu tempat jika merasakan kenyaman ketika
berada di tempat tersebut. Di Langkat masih banyak jalan menuju lokasi wisata
yang masih jauh dari kata layak. Akses jalan menuju lokasi wisata merupakan
factor penunjang untu menarik wisatawan. Pemerintah seharusnya lebih
memperhatikan jalan-jalan menuju tempat wisata dan dapat belajar dari
pemerintah Aceh di mana jalan menuju lokasi wisata semuanya bagus dan terawat.
Selain masalah jalan, sarana di
lokasi wisata seperti toilet, tempat ibadah, tempat makan juga harus
diperhatikan. Pengelolahan lingkungan agar bersih/ bebas sampah akan menjadi
nilai plus.
Mengajak Masyarakat Sebagai
Promotion
Sebuah
tempat akan viral jika banyak masyarkat secara berbondong-bondong menjadikan
tempat tersebut tranding topic. Saat
ini kita bisa menjadikan media social sebagai alat promosi kita. Tidak lupa
juga kita mengajak masyarakat untuk ikut andil dalam promosi ini. Mengajak dan
menyadarkan masyarakat akan pentingnya melestarikan dan membudayakan kekayaan
dan budaya yang kita miliki.
Dengan memiliki kesadaran tinggi
bahwa apa yang dimiliki di Langkat ini adalah titipan Allah Swt yang harus
dijaga dan dilestarikan akan menjadi pondasi kuat untuk menjadikan Langkat
sebagai Daerah Wisata Kanca Dunia. Masyarkat akan dengan sendirinya memikirkan
bagaimana agar potensi yang telah ada terus terjaga dan terwat.
Meningkatkan semangat dalam
mengelola tempat wisata di Langkat agar menjadi cagar budaya dan cagar alam
dunia akan secara otomatis membantu perekoniman masyarkat. Masyarakat yang
berada di lokasi wisata akan bertambah mata pencaharian dan akan mengurangi
pengangguran.
Pemerintah bersama masyrakat terus
bergandeng tangan dan bekerja sama dalam melestarikannya, mejaganya dan
merawatnya. Pemerintah harus tegas dalam menangani segolongan orang atau
kelompok yang berupaya merusak alam secara membabi buta. Sebab orang-orang
seperti ini pasti ada dan nyata. Hal ini sudah Allah jelaskan dalam Al Qur’an
Surah Ar Rum: 41
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Sabtu, 27 April 2019
Hari Puisi Nasional
Meningkatkan Eksistensi Puisi di Zaman Milenial
Eva Juliyanti
Hari Puisi Nasional masih menjadi
kontroversi antara tanggal 28 April dan 26 Juli, kedua tanggal tersebut
memiliki sejarah tersendiri. Pada tanggal 26 Juli telah ditetapkan sebagai Hari
Puisi Indonesia. Hari tersebut sudah dideklarasikan 7 tahun lalu, tepatnya
tanggal 22 November 2012. Peringatan Hari Puisi Indonesia juga bukan pada
tanggal wafatnya Chairil Anwar, tapi pada hari lahirnya, yaitu 26 Juli.
Deklarasi dan penetapan Hari Puisi Indonesia itu dilakukan oleh puluhan
penyair Indonesia di Pekanbaru, Riau, 22 November 2012 silam. Setelah
ditandatangani para penyair, teks deklarasi dibacakan oleh presiden penyair
Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri. Sejumlah penyair yang ikut mendeklarasikan
Hari Puisi Indonesia antara lain Sutardji Calzoum Bachri (Jakarta), Rida K
Liamsi (Riau), John Waromi (Papua), D. Kemalawati (Aceh), Ahmadun Yosi Herfanda
(Jakarta), Kazzaini KS (Riau), Rahman Arge (Sulawesi Selatan), Micky Hidayat
(Kalimantan Selatan), Isbedy Stiawan ZS (Lampung), Fakhrunnas MA Jabbar (Riau),
Anwar Putra Bayu (Sumatera Selatan), Dimas Arika Mihardja (Jambi), Pranita Dewi
(Bali), Bambang Widiatmoko (Jakarta), Fatin Hamama (Jakarta), Sosiawan Leak
(Jawa Tengah), Agus R Sarjono (Jakarta), dan Jamal D Rahman (Jakarta), Chavcay
Syaefullah (Banten), Husnu Abadi (Riau), Hasan Albana (Sumatera Utara), Hasan
Aspahani (Riau), Iyut Fitra (Sumatera Barat), Marhalim Zaini (Riau), Panda MT Siallagan (Sumatera
Utara), Jefri Al-Malay (Kepulauan Riau), dan Samson
Rambahpasir (Kepulauan Riau).
Setelah dideklarasikan, peringatan Hari Puisi Indonesia telah berlangsung
rutin mulai tahun 2013, 2014 dan 2015. Bahkan, untuk menyokong konsistensi
perayaan Hari Puisi Indonesia, Yayasan Hari Puisi telah didirikan atas
inisiatif penyair Rida K Liamsi. Yayasan ini telah menggelar perayaan Hari
Puisi Indonesia setiap tahun dengan berbagai acara, termasuk menyelenggarakan
Anugerah Hari Puisi, yaitu penghargaan atas buku puisi terbaik.
Teks Deklarasi Hari Puisi Indonesia
Indonesia dilahirkan
oleh puisi yang ditulis secara bersama-sama oleh para pemuda dari berbagai
wilayah tanah air. Puisi pendek itu adalah Sumpah Pemuda. Ia memberi dampak
yang panjang dan luas bagi imajinasi dan kesadaran rakyat nusantara. Sejak itu
pula, sastrawan dari berbagai daerah menulis dalam bahasa Indonesia,
mengantarkan bangsa Indonesia meraih kedaulatan sebagai bangsa yang merdeka.
Bahasa Indonesia
adalah pilihan yang sangat nasionalistis. Dengan semangat itu pula para penyair
memilih menulis dalam bahasa Indonesia, sehingga puisi secara nyata ikut
membangun kebudayaan Indonesia. Nasionalisme kepenyairan ini kemudian mengental
pada Chairil Anwar, yang dengan spirit kebangsaan berhasil meletakkan tonggak
utama tradisi puisi Indonesia modern.
Sebagai rasa syukur
kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah menganugerahi bangsa Indonesia dengan
kemerdekaan dan kesusastraan, sekaligus untuk mengabadikan kenangan atas puisi
yang telah ikut melahirkan bangsa ini, kami mendeklarasikan tanggal lahir
Chairil Anwar, 26 Juli, sebagai Hari Puisi Indonesia.
Dengan ditetapkannya
Hari Puisi Indonesia, maka kita memiliki hari puisi nasional sebagai sumber
inspirasi untuk memajukan kebudayaan Indonesia yang modern, literat, dan
terbuka.
Pekanbaru, 22 November 2012
Selain itu,pada tanggal 28 April muncul sebagai Hari Puisi Nasional.Hal ini
masih berkaitan dengan penyair Chairil Anwar, Ia wafat tanggal 28 April.
Chairil lahir di Medan, Sumatera Utara, tanggal 26 Juli 1922 dan wafat di
Jakarta tangal 28 April 1949 pada usia 26 tahun. Penyair ‘Si Binatang Jalang’
ini hijrah ke Jakarta (Batavia) mengikut ibunya yang bercerai dengan sang
suami. Hingga kini, pengagum Chairil Anwar terus bertambah. Puisi-puisi Anwar
yang hanya berjumlah 70-an judul itu, juga sangat dikagumi oleh generasi lintas
zaman, bahkan hingga era digital ini. Wafatnya Chairil Anwar inilah diperingati
sebagai Hari Puisi Nasional.
***
Terlepas
dari polemik di atas, hari ini telah ditetapkan bahwa Hari Puisi Nasional kita
peringati setiap tangga 28 April. Kita tidak perlu lagi mempermasalhkn hal
tersebut, yang menjadi masalah hari ini adalah kurangnya minat anak zaman
sekarang (milenial) terhadap sastra salah satunya adalah puisi telah menurun
bahkan perlahan menghilang.
Pandangan Sastra “Rendah”
Masyarakat hari ini
berpandangan tentang sastra atau kesusastraan kerap berada pada tataran
bahwa sastra adalah sesuatu yang berat, luhung, dan memiliki nilai-nilai
filosofis. Sehingga, sastra yang ditulis oleh manusia sangat berjarak dengan
manusia itu sendiri sebagai pembaca. Bahkan sastra itu dianggap kuno,tidak level untuk digeluti.
Pola pikir masyarakat
demikian akan menjadi penghambat pergerakkan sastra. Sastra yang seharusnya
dilestarikan karena masyarakat yang sudah termomok dengan nilai sastra
tersebut.Padahal sastra itu memiliki nilai estetika tersendiri,khusunya puisi
ini merupakan sastra yang memiliki nilai tinggi. Dalam puisi ini kita bebas
menuangkan perasaan kita dengan permainan kata yang apik.
Rendahnya Minat Membaca
Selain karena pemahaman
sastra yang begitu empiris,kurangnya minat membaca di kalangan masyarakat
milenial. Menurut penelitian World’s Most Literate Nations yang dirilis oleh
Central Connecticut University pada Maret 2016 lalu, berdasarkan surveri kegemaran
membaca, Indonesia. Penelitian tersebut memang tidak berada hanya dalam ranah
kesusastraan saja. Namun, melihat penilaian tersebut, muncul spekulasi bahwa
tingkat baca masyarakat Indonesia di era 2000-an ternyata masih sangat rendah.
Di era milenial saat ini
buku sudah mulai ditinggalkan karena semua serba digital. Kecanggihan teknologi
memudahkan masyarakat mengakses segala informasi,namun karena hal tersebut buku
sudah mulai dilupakan. Padahal sumber paling utama adalah buku,sekalipun
informasi yang ada di buku bisa kita dapatkan di internet. Minat baca masyrakat
saat ini juga sangat minim,tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap
kualitas diri kita.
Galakkan Literasi
Melihat polemik tentang
rendahnya masyarakat tentang sastra dan membaca maka butuh pergerakkan. Salah
satunya adalah dengan menggalakkan kegiatan literasi di segala lini kehidupan
kita. Literasi dapat membantu meningkatkan minat membaca, menulis dan budaya di masyarakat.
Generasi sekarang haus akan pola pikir sastrawi, humanis, dan
berbudaya. Banyaknya kerusakan kata-kata anak mengindikasikan negeri ini butuh
generasi sastra. Lickona (1992: 14) menegaskan salah satu indikator kerusakan
suatu bangsa ialah bad language (penggunaan bahasa dan kata-kata buruk).
Keluarga harus mampu berperan membentuk karakter anak literat,
melek sastra, dan berbudaya. Banyak hal yang dapat dilakukan keluarga demi
memunculkan generasi literat. Orang tua membacakan dongeng, membangun
perpustakaan kecil di rumah dan mengajak cerita anak-anak di rumah. Dengan
kebiasaan seperti ini akan memunculkan generasi literasi.
Selain keluarga, lingkungan masyarakat juga memilki peran dalam
generasi literasi. Mendirikan Taman Baca Masyarakat di lingkungan sekitar.
Menyadarkan masyarakat akan pentingnya membaca. TBM atau Perpustakaan keliling
sudah bertebaran di masyarakat kita. Ini menunjukkan masyarakat sebagian kecil
sudah menyadari pentingnya membaca.
Sekolah hari ini harus memiliki program literasi. Pemerintah
sudah mewajibkan kegiatan literasi di sekolah. Membudayakan membaca 15 menit
sebelum belajar, menerapkan literasi dalam setiap pembelajaran, mendesign kelas
literasi (pojok baca, pohon liteasi dll.) sampai dengan membuat kegiatan
literasi.
Banyak saat ini bermunculan lembaga atau organisasi yang menggalakkan
literasi. Puisi salah satu bagian dari literasi. Dengan adanya peningkatan
literasi maka akan secara otomatis meningkatkan eksistensi puisi di masyarakat.
Meningkatnya literasi akan menciptakan penyair-penyair dan penulis puisi.
Lomba-lomba cipta puisi dan mendeklamasi atau membaca puisi di
setiap acara baik pendidikan maupun non pendidikan. Membuat pelatihan menulis
dan kelas penyair, Dengan demikian akan melahirkan dan membangun cinta
masyarakat terhadap puisi. Ditambah lagi puisi adalah ungkapan jiwa/perasaan
seseorang.
Saat ini masyarakat adalah penyair. Kenapa? Masyarakat hari ini
memiliki akun di medsos. Kita ketahui akun medsos seperti Facebook, Instagram,
Path dan lain sebagainya dijadikan sebagai alat menuangkan perasaan yaitu
membuat status. Tanpa disadarai dengan membuat status itu dapat dikategorikan
sebagai puisi, hal ini beranjak dari pengertian puisi tersebut. Dengan demikian
puisi akan memiliki nilai dan tetap eksis di masyarakat.
***
Kamis, 25 April 2019
Ketika Selembar “Buku” itu Berarti
Oleh: Eva Juliyanti
Bercerita tentang dua orang kakak
beradik yang masih duduk di sekolah dasar (SD), mereka hidup di sebuah rumah
yang terletak pinggiran kota. Pada awalnya hidup mereka sangat berkecukupan,
namun setelah sang ayah mereka meninggal, hidup mereka berubah drastis. Hidup
mereka tidak mencukupi, selain ibu yang hanya seorang buruh cuci pakaian,
mereka juga terancam putus sekolah. Namun Putri kakak Dias tidak mau menyerah
pada keadaan ini.
Langkah kecil
dua orang bocah, Putri dan Dias setia menyusuri pinggiran sungai. Kehilangan
sosok seorang ayah membuat keluarga mereka harus hidup di bawah garis
kemiskinan. Meski begitu, Putri dan Dias tidak pernah menyerah untuk selalu
tetap sekolah. Keterbatasan dana selalu disikapi mereka dengan optimis.
Walaupun baru berusia 10 tahun dia
selalu memberi semangat kepada Ibu dan adiknya Dias. Setiap sepulang sekolah,
Putri dan Dias selalu pergi ke tempat pembuangan sampah untuk mencari buku-buku
bekas untuk mereka belajar. Dan setiap malam setelah belajar, mereka memisah –
misahkan buku tulis yang masih kosong lalu di lem kembali untuk mereka menulis
catatan yang diberikan guru. Mengikat sepatu yang
hampir kehilangan tapaknya, hingga menjaga ibu yang selalu sakit-sakitan.
Itulah sepenggal cerita dari Film karya Dedy Wafer yang berjudul “Selembar Itu
Berarti”.
Film
yang berdurasi 14 menit 37 detik ini mengajak penonton khususnya generasi muda
untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu, meskipun terbatas oleh dana. Film ini bergenre drama keluarga. Film “Selembar Itu
Berarti” yang juga diikutkan di ajang ISFF (Indonesian Short Film Festival)
2015 menggunakan talenta dari Medan dan sekitarnya. Adu akting artis cilik di
film ini bakal memainkan emosi penonton. Film ini diikutkan dalam ajang ISFF
selain untuk mengukur kemampuan bakat anak-anak Medan dan Sumatera Utara
umumnya, juga sebagai cara untuk menebarkan aura optimis yang kian hari kian
terkikis.
Film
bergenre keluarga yang disutradai oleh Dedy Wafer ini sangatlah mengiris hati
setiap penontonnya. Dedy Wafer mengambil latar tempat di Kabupaten Langkat
yaitu Gebang. Berlatar belakangkan dengan sebuah desa yang asri ini sepertinya
tidak mencerminkan kehidupan sosial masyarakat setempat. Secara sosial dapat
dikatakan masyarakat Gebang mempunyai jiwa sosial tinggi, namun dalam film ini tidak
ditunjukkan kepedulian masyarakat Gebang mempuyai jiwa sosial.
Hal
ini dapat dilihat ketika keluarganya Putri dan Dias ditimpah musibah tidak
sedikitpun warga masyarakat yang menolongnya. Ini sangat bertolak belakang
dengan kehidupan di pedesaan yang kental akan jiwa sosialnya. Ketika Ibunya
Putri dan Dias sakit sampai meninggal seakan-akan tidak ada masyarakat yang
peduli.
Buku Mampu Mengubah Dunia
Dalam film
tersebut ada sebuah kisah yang menarik untuk dikupas, yaitu perjuangan anak
bangsa dalam meraih dunia pendidikan. Tidak semua anak-anak Indonesia dapat
menikmati manisnya bangku sekolah. Banyak faktor yang menyebabkan itu semua,
salah satunya adalah faktor ekonomi. Begitu halnya dalam film tersebut, kedua
saudara yang sedang memperjuangkan sekolahnya meskipun harus berjuang tanpa
orang tua.
Mengkais
buku-buku bekas yang masih layak pakai ini merupakaan salah satu potret miris
untuk negara kita. Sebuah buku yang notabene adalah senjata untuk anak bangsa
mampu menebus kebodohan sulit untuk ditemukan.
Buku adalah jendela dunia, maka wajar saja jika buku merupakan kebutuhan primer
dalam dunia sekolah.Betapa pentingnya buku untuk kehidupan, sehingga jika kita
mengabaikan membaca buku berarti kita mengabaikan pengetahuan emas dari buku
dalam menata kehidupan itu sendiri.
Melalui bukulah kita bisa menembus ruang angkasa yang
amat luas. Intinya, bahwa hanya dengan membaca buku, kita akan tahu banyak hal,
kita juga bisa tahu banyak tentang relasi esensi alam ini dengan manusia.
Semakin banyak buku yang kita baca, maka akan semakin mudah bagi kita untuk
“menguasai dunia”.
Tapi sayangnya, membaca buku adalah suatu kebiasaan.
Kebiasaan tersebut diawali oleh seringnya melatih diri menjadikan buku sebagai
kebutuhan pokoknya. Sebagaimana belajar bahasa, seseorang tidak akan menguasai
bahasa kalau tidak dipraktekkan setiap harinya. Rendahnya minat baca generasi
penerus bangsa saat ini membuat mereka terpuruk dan tidak terbiasa untuk
menganalisa berbagai masalah negara yang semakin ruwet.
Terdapat laporan berjudul World’s
Most Literate Nations yang disusun oleh Central Connecticut State
University tahun 2016,
merilis bahwa peringkat literasi Indonesia berada di urutan ke 60 dari 61
negara yang diteliti. Tidak kalah mencengangkan dengan itu, survei tiga
tahunan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan pada tahun 2012
mengungkapkan bahwa hanya ada 17,66 persen anak-anak Indonesia yang
memiliki minat baca, sementara, yang memiliki minat menonton mencapai 91,67
persen. Artinya hanya ada 1 dari 10 anak di Indonesia yang memiliki minat baca,
dan 9 dari 10 anak Indonesia lebih menyukai untuk menonton televisi.
Ironisnya,
saat ini membaca buku dianggap kegiatan kuno hal ini tertindas oleh kecanggihan
dunia teknologi dan informasi. Masyarakat atau kalangan mahasiswa/pelajar
secara perlahan sudah menjahui buku. Mahasiswa/pelajar
saat ini sudah tidak tertarik lagi dengan buku-buku bacaan, meskipun berupa
novel maupun cerpen. Mahasiswa/pelajar saat ini lebih memilih shoping,
nongkrong di cafeƩ, dan jalan-jalan daripada membaca buku. Dan
ini terjadi karena kehidupan santai dan pola mandiri yang tidak tepat sehingga
membuat mahasiswa terlena dengan glamornya kehidupan kampus/sekolah.
Rendahnya minat baca terhadap buku, membuat mahasiswa/pelajar juga tidak
terbiasa membolak-balik media informasi yang lebih penting. Mahasiswa sekarang
lebih memilih aktifitas yang minim manfaatnya (fb-an, download lagu,
film, dan semacamnya) daripada membaca buku. Dominasi teknologi instan saat ini
memang membuat buku semakin dilupakan, akhirnya buku-buku yang ada di
perpustakaan pun hanya sekedar menjadi pajangan belaka.
Buku telah menginspirasi banyak orang besar untuk merubah dunia. Betapa pentingnya buku bagi kehidupan masa
depan manusia. Banyak manusia-manusia hebat karena mereka adalah
orang-orang kutu buku. Terbukti di Indonesia tokoh-tokoh besar seperti Bung
Karno adalah orang-orang yang sangat kutu buku. Buku-buku telah mengilhaminya
untuk merubah bangsanya menjadi lebih baik. Kelahiran kemerdekaan negeri ini
adalah karena pemikiran yang hebat yang telah mengilhami Bung Karno karena
wawasan yang luas dari hasil bacaannya.
Indonesia dapat melihat Jepang sebagai acuan dari negara maju yang gemar
akan membaca. Rakyat Jepang adalah orang-orang yang gila ilmu pengetahuan. Perpustakaan-perpustakaan
hampir di semua daerah bermunculan. Buku telah menginspirasi masyarakat Jepang
menjadi negara maju. Yang menarik untuk dicermati dalam hal ini adalah Jepang
yang sebelumnya hanya sebuah bangsa yang terisolir dari dunia luar, kini mampu
tampil menjadi salah satu peradaban cemerlang.
Melihat
dari fakta yang telah terpapar di atas Indonesia harus menggalakkan untuk
rakyat gemar membac buku. Meskipun di era digital sekarang ini, semua orang
bisa mengkases informasi melalui digital namun buku cetak tidak bisa
ditinggalkan begitu saja. Berbagai upaya pemerintah dalam menggalakkan gemar
membaca buku, salah satunya dengan menerapkan kegiatan literasi di
sekolah-sekolah. Dengan demikian, penyediaan buku-buku haruslah banyak untuk
mendukung kegiatan tersebut.
Merasakan kehadiran buku sebagai jendela untuk kita untuk melihat masa
depan, serta jadikanlah keberadaan buku sebagai jembatan untuk kita untuk
berusaha menjadi makhluk Tuhan yang mencintai ilmu. Sebab untuk banyak
menguasai ilmu, kita harus banyak membaca buku. Dengan sering membaca buku,
kita akan menguasai dunia. Seperti seorang bijak bestari menyatakan “ membaca
adalah jendela dunia”.
Suatu kebohongan belaka jika seseorang ingin mendapatkan ilmu namun ia
tidak ingin membaca, karena sangat jelas bahwa ilmu akan didapat setelah kita
membaca. Dalam Islam sendiri perintah membaca terdapat dalam qur’an surah
Al-Alaq ayat 1 yang berbunyi Iqro’
artinya bacalah. Ayat tersebut
memerintahkan ummat Islam untuk membaca, segala sesuatu yang diperintahkan
Allah pasti akan membawa manfaat bagi ummatnya.
Penulis
adalah alumni UMSU dan Guru SIT Iqro’ Stabat
“Keanarkisan ” Pribadi Anak Bangsa ?
Oleh : Eva Juliyanti
Aksi anarkis dewasa ini kian marak
dilakukan oleh pelajar/ mahasiswa bahkan para wakil rakyat. Anarkis ini
dilakukan sebab ketidakpuasan terhadap suatu keputusan pemerintah. Rasa itu
diluapkan dengan melakukan aksi yang membabi buta, khususnya para pelajar
merusak fasilitas umum yang berada di wilayah mereka melakukan aksi tersebut.
Beda halnya dengan wakil rakyat melakukan
sikap anarkis dengan menggrogoti harta Negara.
Aksi menyimpang itu sangat
mengganggu masyarakat dan mencoreng kepercayaan masyarakat. Selama ini
masyarakat memeberikan amanah kepada mereka sebagai wadah dan yang mengatas namakan
suara rakyat untuk mengapresiasikan jeritan rakyat. Namun kenyataannya, mereka menodai dengan aksi memalukan itu.
Jika ditilik penyebab dari aksi
krimainal bagi pelajar atau mahasiswa khususnya ini tidak lepas dari peranan
orang tua. Dalam pembentukan karakter orang tua mempunyai peranan sangat
penting. Orang tua adalah seseorang yang sangat dekat dibandingkan dengan lainnya.
Orang tua tidak bisa melepas
tanggung jawab terhadap hak asuh anak bergitu saja kepada pihak yang diberi
kepercayaan sebagai wadah pendidik anak. Para pendidik yang disebut dengan guru
ini tidak sepenuhnya dapat mengawasi peserta didiknya. Kelalaian orang tua
berakibat fatal terhadap perilaku anak.
Beda pula halnya dengan sikap anarkis dari para
wakil rakyat, factor mereka melakukan sikap anarkis ini kebanyakan mementingkan
kekuasaan semata. Kursi jabatan, uang berlimpah, kehormatan dan sebagainya
menjadi piyoritas utama mereka, tugas mereka sebagai wakil rakyat terbang
dibawa angin tornado.
Demi meraih itu semua segala cara akan ditempuhnya.
Cara halal dan tidak halal sudah tidak dapat dibedakan lagi karena mereka sudah
buta, buta akan kedudukan dan kekuasaan yang serasa di surga itu. Korupsi
merupakan tradisi dan jalan alternative untuk mendapatkan semua itu. Muka sudah
tebal, rasa malu sudah hilang.
Berbicara tentang sikap ada yang namanya sikap
dewasa. Seseorang dikatakan dewasa jika dia dapat menghadapi masalah dengan
tenang. Taraf kedewasaan tidak dapat ditentukan dari segi factor usia, usianya
sudah dewasa belum tentu sikapnya dewasa dan sebaliknya.
Pemikiran masyarakat selama ini
semakin tua umur, semakin dewasa pula. Namun pada kenyataannya tidak semua
orang seperti itu. Ada usia masih muda dan bisa dibilang belia namun sikapnya
sudah dewasa. Kedewasaan dapat dilihat dari bagaimana sesorang menyikapi sebuah
masalah dengan bijaksana. Jelas sudah bahwa kedewasaan itu tidak dilihat dari
umurnya, melainkan dari pola berfikir dalam bertindak dan mengambil sebuah
keputusan. Dewasa ini sangat relative bukan?
Anak kecil bermain bersama
teman-temannya namun ia berkelahi, secara otomatis anak tersebut akan melakukan
segala cara untuk mengalahkan lawannya. Sikap seperti inilah yang disebut tidak
dewasa ( Kanak-kanak ). Nampaknya
dewasa ini sosok kedewasaan sudah luntur dalam jiwa orang dewasa. Kenapa tidak
orang dewasa (Usia) namun bersikap
seperti anak-anak.
Tidak hanya para pelajar atau
mahasiswa yang notabene masih menganyam dunia pendidikan untuk menuju ke
jenjang kedewasaan yang hakiki yang bersifat Kekanak-kanakan namun para wakil rakyat yang duduk dikursi dewan
tak luput dari cap Kekanak-kanakan.
Bayangkan saja mereka melakukan segala cara untuk saling menjatuhkan satu sama
lain dan demi merebut suatu posisi mereka saling berkhianat dan saling menyabet.
Lunturnya empat pilar kebangsaan
Sikap yang ditunjukan oleh para
wakil rakyat ini sangat miris, empat pilar kebangsaan yang gencar dicanangkan
oleh Alm. Taufik Kiemas yakini, Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika sudah luntur dengan sikap mereka. Alm. Taufik
kiemas mensosialisasikan ke empat pilar kebangsaan ini untuk menjadikan
masyarakat menjadi masyarakat yang berbangsa dan bernegara yang mempunyai
moralitas tinggi.
Pancasila sebagai dasar Negara ini
jika dipahami maknanya dari sila pertama sampai sila kelima maka tidak akan
terlahir masyarakat yang rendah akan moral, akhlak dan sifat Kekanak-kanakkan. Seperti sepenggal lagu
Pancasila berikut ini :
Pancasila dasar
Negara
Rakyat adil,
makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo
maju-maju…Ayo maju-maju…Ayo maju-maju
Jika masyarakat mengamalkan
pancasila niscaya Negara ini akan maju dan berkemabang dari segi manapun dengan
itu akan ikut serta bersaing dengan Negara maju lainnya. Namun kenyataannya
sekarang ini Indonesia sudah melupakan pondasi negaranya yaitu Pancasila. Bagaimana tidak para wakil
rakyat sendiri yang menunjukkan akan hal itu.
Wakil rakyat panutan masyarakat
sudah tidak memberikan contoh yang baik , jadi wajar saja jika masyrakatnya pun
ikut bersikap seperti mereka. Bahkan kehormatan yang seharusnya mereka terima
kini sulit diterima, kenapa tidak mereka sendiri yang menodai kehormatan
mereka. Seperti halnya lirik lagu Iwan Fals berikut ini yang menyindir wakil
rakyat :
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Tak jauh beda dengan pengamalan pancasila, ketiga
pilar kebangsaan lainnya UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ikapun sudah
dilupakan. Ditambah lagi dengan marakanya budaya asing dengan mudahnya masuk ke
Negara ini tanpa adanya filter. Filternya saja sudah rusak dan dibuang ke tong
sampah. Kata perdamaian sudah jauh dari Indonesia, Negara yang terkenal dengan
ramah ini.
Peperangan kian semarak terjadi, baik perang senjata
maupun perang pendapat. Saling menjatuhkan, bunuh-bunuhanpun tak terelakkan
lagi, mereka telah membunuh saudara mereka sendiri. Misalnya saja di Ambon
sering terjadi perang antar suku dan perang agama yaitu dengan datangnya aliran
Ahmadiyah.
Dengan mengamalkan empat pilar
kebangsaan ini maka sifat kedewasaan akan meningkat dan tumbuh dengan elaktabilitas
yang tinggi pula. Dengan sendirinya akan mengurangi sifat anarkis yang selama
ini terjadi baik dikalangan pelajar/ mahasiswa maupun para wakil rakyat yang
bertugas mengayomi rakyat.
Langganan:
Postingan (Atom)